Etika Profesi Akuntansi
BAB II
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
1. Lingkungan Bisnis Yang
Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis. Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
Budaya Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat
menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
Ekonomi Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan
lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain,
saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut
dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja
yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan,
bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan yang lebih baik.
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa
perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu.
Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai
pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk
menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari
mereka.
Persaingan di Industri
Tingkat
daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan
karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan.
Dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan
pemasok dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih
banyak pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru
tidak masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal
mereka menyisihkan untuk mengejar uang.
2. Kesaling Tergantungan Adalah
Bisnis Dan Masyarakat
Alam
telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan
kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih
setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan
planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan
sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak
membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina,
melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan
bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia
bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan.
Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada
keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku,
ekonomi dsb.
Wajah
Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya
subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah dikuasai oleh jenis
manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan telah disulap
menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal adalah tuan
dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah iklim
ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di
negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah meraih
kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang rigid
terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis bagi para
oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang dilawannya
habis-habisan.
Jika
borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata, maka
proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan. Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi
petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak
menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja
kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras.
Di
abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol
dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk
berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan
penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran
sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik.
Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa
ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan
ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan
lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan
adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap
manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak
lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab. Perbudakan
dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di
Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena kesadaran
melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi merupakan
alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan tersebut. Lembaga
keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini,
berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan peraturan daerah bernuansa
agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat senantiasa bergantung
kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat akibat
hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan
menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena merasa tidak aman
memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam
keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada
negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang
gratis. No free lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan
kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam
dengan kapitalismenya, maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi
tentunya akan mendesakkan agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran
sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi
kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan
dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat.
Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki
dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan
diri kepada sebuah “otoritas transedental”
(baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian
yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis dan
vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun 2003,
peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama.
Pola
relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus
memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara
kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita
harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak
kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus
berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai
bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum
cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk
hidup bebas.
Setiap
orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu.
Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya
bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang
yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup
kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan,
kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap
Etika
Korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya
di tingkat pusat dan sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam
istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja,
sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di
kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di
sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala
mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri
maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi
ini semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai
moral bagi para pelaku bisnis dan para elit politik. Dalam kaitan dengan etika
bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap
ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi “emosional” saja dan
terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar
dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah.
Dicontohkan,
segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem syariah, namun
potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana
mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada yang mampu menerapkan etika
bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman dari masing-masing pelaku usaha
mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka implementasinyapun berbeda
pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang atau sekelompok orang
sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun seseorang atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas
etika dan moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan
terhadap pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral
seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah.
Baswir
(2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis
sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah etika dan
moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat perhatian.
Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa
berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di
Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral
dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah
pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan
salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Akan
tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di
Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum
seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara
perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral,
dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal,
sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari
sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka
masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Contoh Kasus
Sebagai Pelaku Bisnis. Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu
Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan
pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah
Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki
jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur
transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari
skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring
dengan booming indutri energi,
akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut
sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik,
mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya
Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan
penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron
kemudian kolaps pada tahun 2001.
4. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Berikut
perkembangan etika bisnis
1.
Situasi
Dahulu. Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan
filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan
manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa
Peralihan: tahun 1960-an. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa
dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada
dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru
dalam kurikulum dengan nama Business and
Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.
Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an. Sejumlah filsuf
mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan
etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang
sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an. Di Eropa Barat,
etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian.
Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis
yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an. Tidak
terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di
seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics,
and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
adalah:
1.
Pengendalian diri
2.
Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3.
Mempertahankan jati diri dan tidak
mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4.
Menciptakan persaingan yang sehat
5.
Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan”
6.
Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7.
Mampu menyatakan yang benar itu benar
8.
Menumbuhkan sikap saling percaya
antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan
main yang telah disepakati bersama
10.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11.
Perlu adanya sebagian etika bisnis
yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan
perundang-undangan
Ada
3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1.
Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai
sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis
beroperasi.
2.
Korporasi
Permasalahan
korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3.
Individu
Permasalahan
individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu
tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas
keputusan, tindakan dan karakter individual.
5. Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Amerika
Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power dan juga kiblat
ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan.
Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku
bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat.
Banyak
perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui
melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset),
disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu
perusahaan terbesar telekomunikasi di Amerika Serikat dinyatakan bangkrut
setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping
terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di
Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi
terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi
pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal
kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan
menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan
mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan masih banyak lagi.
Dalam
tugas ini saya akan membahas mengenai kehancuran ENRON yang terjadi di Negara
Amerika Serikat. Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth
(penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan
ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri
energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai
pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi
usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non
energy dan kegiatan bisnis keuangan.
Enron
adalah suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan
terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS
yang jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya
manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS
padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan
keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini
konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika
Serikat.
Berikut
adalah informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron:
Ø
Board
of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur
non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur
konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan
informasi yang hanya bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider
trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal
tersebut terungkap kepada public.
Ø
Board
of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur
non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur
konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan
informasi yang hanya bisa di akses oleh fihak dalam perusahaan (insider
trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal
tersebut terungkap kepada public.
Ø
Enron merupakan salah satu perusahaan
besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal
audit perusahaan. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit)
semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik
perusahaan, Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen, Sebagian besar
Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
Ø
Pada awal tahun 2001 patner KAP
Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan
Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan
dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan
untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
Ø
Salah seorang eksekutif Enron di
laporkan telah memepertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak
sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO
dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat
hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi
tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang
melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat
hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu
diperhatikan.
Ø
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron
menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan
bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta
dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa
Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga
tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang
sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644
juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban
$1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Ø
Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron
mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai.
Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan
senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi
dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
Ø
Enron dan KAP Andersen dituduh telah
melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan
investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap proses peradilan).
Ø
Dana pensiun Enron sebagian besar
diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus
menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
Ø
KAP Andersen diberhentikan sebagai
auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan
bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan
proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
Ø
CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan
diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di
dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri
dari dewan direktur perusahaan.
Ø
Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen
menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan
hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
Ø
Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang
Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga
pemerintahan di Amerika.
Ø
tanggal 14 Maret 2002 departemen
kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan
penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen
yang sedang di selidiki.
Ø
KAP Andersen terus menerima
konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan
afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat
mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
Ø
Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua
Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap
praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar
manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang
diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
Ø
tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen
Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.
Ø
Tanggal 8 April 2002 seorang partner
KAP Andersen kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.
Ø
tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon
mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron
yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
Ø
Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di
Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap
proses peradilan.
Ø
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron
menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan
bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan
periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara
berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan
secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense)
sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode
tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu
lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari
transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO
Enron.
Ø
David Duncan, yang bertindak sebagai
penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan
proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi.
BAB III
Ethical Governance
1.
Pengertian Ethical Governance
Dalam
pengertian sempit, etika sama maknanya dengan moral, yaitu adat istiadat atau
kebiasaan. Akan tetapi, etika juga merupakan bidang studi filsafat atau ilmu
tentang adat atau kebiasaan.Ada dua pengertian etika : sebagai
praksis dan sebagai refleksi. Sebagai praksis, etika berarti nilai-nilai dan
norma-norma moral baik yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan
walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral
(Bertens, 2001 dalam Soekrisno Agus, 2011). Selain itu, etika secara etimologi
menurut Kanter (2001) dalam Soekrisno Agus (2011) adalah ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan, atau ilmu tentang adat istiadat yang berkenaan dengan hidup
yang baik dan yang buruk.
Pemerintahan
dalam arti sempit dimaksudkan khusus kekuasaan eksekutif Sedangkan pemerintah
dalam arti luas adalah sebuah organisasi atau lembaga yang menjalankan segala
tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Dengan segala fungsi dan kewenangannya.
Dari
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa etika pemerintahan adalah
seperangkat nilai moral dan ajaran tentang berperilaku baik dan benar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga
masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan.
Filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai
fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan
pada pembukaan UUD negara.
1.
Budaya Etika
Setiap
negara memiliki budaya yang berbeda-beda. Dalam setiap budaya, biasanya
memiliki keunikan tersendiri. Budaya tidak hanya soal seni, tapi budaya juga
diterapkan dalam etika. Budaya etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik
pula. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat, budaya etika juga harus
diterapkan dalam berbagai bidang misalnya bisnis. Konsep etika bisnis tercermin
pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler
(1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup
pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran
perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara,
melayani tamu dan pengaturan kantor.
Terdapat
tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap
perilaku, yaitu:
1.
Keyakinan dan nilai-nilai bersama
2.
Dimiliki bersama secara luas
3.
Dapat diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang
lebih kuat terhadap perilaku.
Pendapat
umumdalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika
perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan
dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini
adalah budaya etika.
Tugas
manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh
organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut
dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
1.
Menetapkan credo perusahaan
Merupakan
pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang
diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam
maupun di luar perusahaan.
1.
Komitmen Internal terdiri dari perusahaan terhadap
karyawan, karyawan terhadap perusahaan dan karyawan terhadap karyawan lain.
2.
Komitmen eksternal terdiri dari perusahaan terhadap pelanggan,
perusahaan terhadap pemegang saham, dan perusahaan terhadap masyarakat.
2.
Menetapkan program etika
Suatu
sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk
mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi
bagi pegawai baru dan audit etika.
3.
Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap
perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik
tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
1.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Struktur
etika korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan
kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta
evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika
korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan
sesuai dengan norma yang ada.
Selain
itu, membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah
perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun
dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (Stakeholders).
1.
Good Corporate Governance
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor
swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate
Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan
agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara
baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris
independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris
perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board
Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite
audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan
pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi
untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal
perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak
terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target
yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit
and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan
suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk
membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good
Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
2.
Pengertian GCG (Good Corporate Governance)
Istilah Corporate
Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee, Inggris
di tahun 1922 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian
dikenal sebagai Cadbury Report (Soekrisno Agoes, 2006). Adapun
beberapa definisi dari berbagai sumber adalah sebagai berikut :
1.
Cadbury Committee of United Kingdom : “seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan”
2.
Agus sukrisno (2006) mendefinisikan tata kelola
perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan
Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian
kinerjanya.
3.
Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)
mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai mekanisme
adminsitratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan,
komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders)
yang lain.
4.
Organization for Economic Cooperation and Development
– OECD mendefinisikan GCG sebagai suatu struktur yang terdiri atas para
pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau
kinerja.
3.
Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip
GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam
sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.
1.
Transparansi
Keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya
mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja
dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
1.
Kemandirian
Suatu
keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya
tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan pihak lain.
1.
Akuntabilitas
Kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik
individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau
asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan
kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
1.
Pertanggungjawaban
Kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini
Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi
perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
1.
Kewajaran (fairness)
Keadilan
dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.
1.
Kode Perilaku Korporasi (Code of Conduct)
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku
bisnisdalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Dengan dilaksanakannya komitmen diharapkan akan menciptakan nilai tambah tidak
saja bagi perusahaan, tetapi juga bagi pelaku bisnis sehingga kepentingan
pelaku bisnis dapat diselaraskan dengan tujuan perusahaan.
Kode
perilaku korporasi yang dimiliki oleh suatu perusahaan berbeda dengan perusahan
lainnya karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam
menjalankan usahanya. Adapun prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki oleh
perusahaan adalah sebagai berikut:
1.
Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai
perusahaan (Corporate Values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan
dalam pelaksanaan tugasnya.
2.
Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam
pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang
disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis
yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan
manifestasi dari nilai-nilai perusahaan
3.
Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu
dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat
dipahami dan diterapkan.
1.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan
memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang
bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham
(shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku
atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat
dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action).
1.
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun
dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Pengaruh
etika terhadap budaya:
1.
Etika Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan
yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam
mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi
yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi
dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan
perusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja
Perilaku
Etika dalam Profesi Akuntansi
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan
publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan
berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika
perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak
hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari
kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan
terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai
diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat
kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai
jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa
nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang
meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri
dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati
(agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat,
pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu
entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik
yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif,
ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang
dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan,
jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses
sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau
dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas
laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan
untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar
keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab
untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan,
sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai
dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Laporan Audit
Laporan audit merupakan alat yang digunakan
oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada masyarakat. Oleh
karena itu, makna setiap kalimat yang tercantum dalam laporan audit baku dapat
digunakan untuk mengenal secara umum profesi akuntan publik.
Laporan audit baku terdiri dari tiga
paragraf, yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup, dan paragraf pendapat.
Paragraf pengantar berisi objek yang diaudit oleh auditor dan penjelasan
tanggung jawab manajemen dan tanggung jawab auditor. Paragraf lingkup berisi
pernyataan ringkas mengenai lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor, dan
paragraf pendapat berisi pernyataan ringkas mengenai pendapat auditor tentang
kewajaran laporan keuangan auditan.
Kalimat pertama paragraf pengantar yang
berbunyi “Kami telah mengaudit neraca PT X tanggal 31 Desember 20X2 dan 20X1
serta laporan laba-rugi, laporan ekuitas, serta laporan arus kas untuk tahun
yang terakhir pada tanggal-tanggal tersebut” berisi tiga hal penting berikut
ini; (1) Auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan setelah ia melakukan
audit atas laporan keuangan tersebut, (2) Objek yang diaudit oleh auditor
bukanlah catatan akuntansi melainkan laporan keuangan kliennya, yang meliputi
neraca, laporan laba-rugi, laporan ekuitas, laporan arus kas.
Kalimat kedua dan ketiga, paragraf pengantar
berbunyi “Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung
jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan
audit kami”. Tanggung jawab atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan
manajemen, bukan di tangan auditor.
Paragraf lingkup berisi pernyataan auditor
bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh
organisasi profesi akuntan dan beberapa penjelasan tambahan tentang standar
auditing tersebut. Di samping itu, paragraf lingkup juga berisi suatu
pernyataan keyakinan bahwa audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing
tersebut memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat
atas laporan keuangan auditan.
Kalimat pertama dalam paragraf lingkup
laporan audit baku berbunyi, “Kami melaksanakan audit berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”. Dalam kalimat ini auditor
menyatakan bahwa audit atas laporan keuangan yang telah dilaksanakan bukan
sembarang audit, melainkan audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing
yang ditetapkan oleh organisasi profesi auditor, yaitu Ikatan Akuntan
Indonesia. Di samping itu, kalimat kedua dalam paragraf lingkup tersebut
menyampaikan pesan bahwa:
1.
dalam perikatan
umum, auditor melaksanakan auditnya atas dasar pengujian, bukan atas -dasar
perneriksaan terhadap seluruh bukti;
2.
pemahaman yang
memadai atas pengendalian intern merupakan dasar untuk menentukan jenis dan
lingkup pengujian yang dilakukan dalam audit;
3.
lingkup
pengujian dan pemilihan prosedur audit ditentukan oleh pertimbangan auditor
atas dasar pengalamannya;
4.
dalam auditnya,
auditor tidak hanya melakukan pengujian terbatas pada catatan akuntansi klien,
namun juga menempuh prosedur audit lainnya yang dipandang perlu oleh auditor.
Paragraf pendapat digunakan oleh auditor
untuk menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan auditan,
berdasarkan kriteria prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dan
konsistensi penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun yang diaudit
dibanding dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun sebelumnya.
Ada empat kemungkinan pernyataan pendapat auditor, yaitu:
1.
auditor
menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
2.
auditor
menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion;
3.
auditor
menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion);
4.
auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion atau no opinion).
Standar umum mengatur persyaratan pribadi
auditor. Kelompok standar ini mengatur keahlian dan pelatihan teknis yang harus
dipenuhi agar seseorang memenuhi syarat untuk melakukan auditing, sikap mental
independen yang harus dipertahankan oleh auditor dalam segala hal yang bersangkutan
dengan pelaksanaan perikatannya, dan keharusan auditor menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan
pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor
intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menjual jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang
disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang
bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam
pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara
maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi,
menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta
menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan
keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.
Tipe Audit dan Auditor
Ada tiga tipe auditing, yaitu audit laporan
keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. Audit laporan keuangan adalah
audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang
disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan tersebut. Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan
kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan tertentu. Audit
operasional merupakan review secara sistematik atas kegiatan organisasi, atau
bagian daripadanya, dengan tujuan untuk; (1) mengevaluasi kinerja, (2)
mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, (3) membuat rekomendasi untuk
perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Ada tiga tipe auditor menurut lingkungan
pekerjaan auditing, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor
intern. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang
disajikan oleh kliennya. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang
bekerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya melakukan audit atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi dalam
pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara
maupun perusahaan swasta), yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi,
menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, dan
menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih
tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap
pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi
akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik
dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur
dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi
dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang
melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan
jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional
Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika
Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota
IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.
Recent Comments