Kemenhub Keluarkan Izin Konstruksi Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) akan merevisi mekanisme pungutan tarif
progresif penumpukan petikemas kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta
yang saat ini bisa mencapai 900 persen. Sikap melunak tersebut dilakukan
setelah adanya protes dari pengusaha yang menolak pemberlakuan tarif fantastis
itu.
Kepala
Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bay
M. Hasani mengungkapkan, pihaknya telah menggelar rapat koordinasi di
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Otoritas Pelabuhan untuk
menindaklanjuti protes pengusaha atas pengenaan tarif progresif penimbunan petikemas
sebesar 900 persen.
"Kami
akan perbaiki skemanya. Untuk hari sekarang ini berdasarkan kalender atau
tanggal, misalnya kapal dibongkar jam 10 malam, tinggal 2 jam masuk hari
berikutnya, dan ini sudah diitung hari kedua, jadi tidak bisa merasakan free
charge. Ini akan kita ubah, biarpun 2 jam atau 6 jam diitungnya 24 jam
bukan hari kalender," jelasnya saat Konferensi Pers di Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta, Jumat (18/3/2016).
Pengubahan
mekanisme pengenaan tarif, sambung Bay, berlaku untuk hari libur. Sebagai
contoh, bongkar muat kapal seandainya terjadi di hari Jumat malam, maka hari
Sabtu-Minggu diperhitungkan bukan dua hari tapi hanya sehari dalam
pentarifannya.
Alasannya,
Bay bilang, walaupun jam operasional Bea Cukai, Badan Karantina, Terminal sudah
24 jam penuh selama 7 hari, namun faktanya belum siap diimplementasikan di
lapangan. Dengan begitu, pengguna jasa pelabuhan tidak dapat memanfaatkan
fasilitas 24/7 seperti yang sudah ditetapkan.
"Misalnya
bongkar muat hari Jumat, Sabtu-Minggu tidak kita hitung harinya. Jadi Seninnya
dihitung, sementara sekarang ini masih dihitung dalam pentarifannya. Harga
jalan terus, nah ini yang mau dievaluasi sehingga tidak dihitung," jelas Bay.
Otoritas
Pelabuhan juga akan mengubah mekanisme tarif progresif karena pemungutannya
seharusnya berjenjang atau bertahap. Oleh sebab itu rencananya, Bay mengaku,
pihaknya akan mengenakan tarif dasar penimbunan petikemas Rp 27.200 di hari
ke-1 per kontainer. Kemudian hari ke-2 dikenakan tarif 500 persen, lalu 750
persen di hari ke-3 dan hari ke-4 diberikan denda membayar Rp 1 juta atau Rp 5
juta per petikemas per hari.
"Kalau
sekarang hari ke-1 itu free biaya penumpukan, tapi nanti dibayar tarif dasar lalu
bertahap. Hari ke-1 free, ke-2 dipungut 500 persen atau sebesar Rp 135 ribu dan
ke-3 baru 750 persen. Skema ini masih digodok ya," terang Bay.
Ia
menuturkan, tujuan penetapan tarif
progresif 900 persen salah satunya untuk mendukung penurunan bongkar muat
kapal atau dwelling time, selain dari pemangkasan aturan dan birokrasi.
"Saat
ini dwelling time sudah tinggal 3,5 hari-3,6 hari atau sudah melampaui
target Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang minta 4,7 hari. Lalu Pak Presiden
minta lagi dwelling time turun tinggal 2-3 hari, jadi kita masih punya
pekerjaan besar karena maksimum long stay di pelabuhan 3 hari," jelasnya.
Deputi
II Bidang Koordinasi Sumberdaya Alam dan Jasa Kemenko Bidang Kemaritiman dan
Sumber Daya Agung Kuswandono menegaskan, bahwa pelabuhan bukan sebagai tempat
penimbunan barang. Pelabuhan adalah tempat untuk bongkar muat barang, namun
selama ini kerap dijadikan tempat penimbunan barang dengan harga murah.
"Kalau
ada kontainer yang disiapkan, itu bukan untuk menumpuk barang. Tapi untuk
menyiapkan barang kalau masih diproses di bea cukai, karantina, atau operator.
Kalau bea cukai sudah memberikan Surat Persetujuan Barang, maka sudah harus
keluar barangnya, jangan ditimbun lagi. Katanya mau cepat," jelasnya.
(Fik/Gdn)
Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan Izin Pembangunan Prasarana Perkeretaapian
Umum kepada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Izin
pembangunan tersebut termuat dalam Keputusan Direktur Jenderal Perkeretaapian
Nomor HK.601/SK.05/DJKA/3/16 tentang Pemberian Izin Pembangunan Prasarana
Perkeretaapian Umum untuk Trase Jalur Kereta Api Cepat antara Jakarta dan
Bandung Segmen CK 95+000 sampai dengan CK 100+000 kepada PT KCIC.
Sebelumnya
telah ditandatangani Perjanjian Konsesi Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum
Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada 16 Maret 2016. Kemudian dilanjutkan
penerbitan Izin Usaha Penyelenggaraan Prasarana Kereta Api Cepat
Jakarta–Bandung pada 17 Maret 2016.
Direktur
Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Hermanto Dwiatmoko menjelaskan, dengan
penerbitan izin pembangunan prasarana perkeretaapian umum ini, PT KCIC dapat
memulai pelaksanaan pembangunan prasarana kereta cepat Jakarta-Bandung pada Segmen
CK 95+000 sampai dengan CK 100+000.
Adapun
segmen CK 95+000 sampai CK 100+000, yakni pembangunan prasarana antara lain
berupa pekerjaan pembangunan jalur, jembatan dan terowongan.
Hermanto
menegaskan, izin pembangunan prasarana perkeretaapian ini hanya untuk lima
kilometer yang telah diajukan PT KCIC. Sedangkan 137 kilometer (km) sisanya, PT
KCIC masih belum menyampaikan kelengkapan dokumen yang diperlukan.
“Izin
pembangunan ini berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang paling lama
lima tahun sekali atas permohonan pemegang izin. Tentunya disertai alasan dan
data dukung lengkap. Izin pembangunan ini juga dilarang untuk diperdagangkan,
dialihkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain dalam bentuk apapun,"
jelas Hermanto, Jumat (18/3/2016).
Kewajiban
PT KCIC yang diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perkeretaapian tersebut
antara lain:
·
Melaksanakan kewajiban yang tertuang
dalam perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian
·
Melaksanakan pekerjaan pembangunan
prasarana perkeretaapian sesuai dengan surat Pelaksana Harian Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Nomor GF.202/001/KB/I/2016
tanggal 27 Januari 2016 perihal Informasi Kegempaan di sepanjang Jalur Kereta
Api Cepat serta rekomendasi BMKG berdasarkan rapat pembahasan pada tanggal 29
Februari 2016
·
Melaksanakan pekerjaan pembangunan
prasarana perkeretaapian sesuai dengan Penetapan Trase Jalur Kereta Api
Cepat antara Jakarta dan Bandung Lintas Halim–Tegalluar Nomor KP.25 Tahun 2016
·
Melaksanakan pekerjaan pembangunan
prasarana sesuai dengan AMDAL Nomor SK.25/Menlhk-Setjen/PKTL.0/1/2016 tentang
Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan Kereta Api Cepat
Jakarta – Bandung sepanjang 142,3 km, melewati Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI
Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kerawang, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten
Bandung, Provinsi Jawa Barat kepada PT KCIC serta Nomor.
SK.36/Menlhk-Setjen/PKTL.0/1/2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan
Jalan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung sepanjang +142,3 km, melewati Kota
Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Kerawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat kepada PT KCIC
·
Melaksanakan pekerjaan pembangunan
prasarana perkeretaapian sesuai dengan rekomendasi Rekomendasi Rencana Umum
Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Nasional, provinsi, kabupaten dan kota yang dilewati
trase jalur kereta api cepat. Jika terjadi perubahan RUTRW maka perlu dilakukan
penyesuaian ijin trase dan ijin pembangunan.
·
Melaksanakan pekerjaan pembangunan
prasarana perkeretaapian sesuai dengan gambar dan spesifikasi teknis dengan
desain kecepatan maksimum sebesar 250 km/jam yang telah disahkan oleh Direktur
Jenderal Perkeretaapian serta metode dan jadwal pelaksanaan yang telah
ditetapkan
·
Menguasai dan/atau memiliki lahan
yang akan digunakan untuk pembangunan prasarana perkeretaapian sesuai dengan
penerbitan Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) oleh Gubernur
DKI Jakarta dan/atau Gubernur Jawa Barat
·
Menaati peraturan perundang-undangan
dan ketentuan yang berlaku terkait pemanfaatan lahan milik negara
·
Melaporkan kegiatan pembangunan
prasarana perkeretaapian setiap triwulan kepada Menteri Perhubungan c.q
Direktur Jenderal Perkeretaapian, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya
·
Menaati peraturan perundangan-undangan
di bidang perkeretaapian
·
Menaati peraturan perundangan-undangan
lainnya yang berkaitan dengan pembangunan prasarana perkeretaapian
·
Bertanggung jawab terhadap dampak
yang timbul selama pelaksanaan pembangunan prasarana perkeretaapian.
Dikatakan pula, sesuai dengan fokus kerja Menteri
Perhubungan Ignasius Jonan untuk meningkatkan tata kelola dan regulasi serta
menciptakan good governance, permohonan perizinan yang diajukan kepada
Kementerian Perhubungan akan segera diproses sepanjang semua persyaratannya
terpenuhi.
Apabila PT KCIC tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban di
atas, Kemenhub dapat memberikan peringatan, pembekuan, atau pencabutan izin.
Selain itu, Kemenhub bertanggung jawab melakukan
pembinaan dan pengawasan teknis termasuk tindakan korektif dan penegakan hukum
mulai dari masa pra konstruksi, konstruksi, dan pasca konstruksi.
Dengan pemenuhan regulasi terkait pembangunan kereta cepat
Jakarta-Bandung, diharapkan pembangunan transportasi masal berbasis rel dapat
menciptakan produktivitas rakyat dan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik khususnya di daerah-daerah yang dilalui oleh kereta cepat tersebut.
Hal ini tentunya sejalan dengan program Nawa Cita pemerintahan Jokowi –
JK.(Yas/Nrm)
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) memaparkan
tanggapannya terhadap pembangunan mega proyek kereta cepat (high speed
train) Jakarta-Bandung yang diusung Presiden Jokowi Widodo (Jokowi).
Dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Kamis
(3/9/2015), pengamat transportasi MTI, Darmanigtyas menyampaikan delapan poin
penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam pembangunan proyek tersebut.
Pertama, pemerintah
harus membuat pernyataan kebijakan yang jelas apakah investasi kereta cepat ini
diperlukan. Apakah berbasis visi presiden (vision-led) atau berlandaskan
analisis makro ekonomi jangka panjang atau berdasarkan ketersediaan fiskal
pemerintah, proyek ini adalah milik pemerintah. Bukan BUMN apalagi milik
negara-negara donor yang akan membiayai proyek ini.
Keputusan investasi (investment decision) harus
menjadi pertimbangan utama, baru keputusan pembiayaan (financing decision)
dan selanjutnya keputusan pengadaan (procurement decision). Saat ini yang kita
pertarungkan adalah procurement decision dan financing decision.
Sementara investment decision tampak masih belum ada kepastian dan berada
dalam situasi yang gamang.
"Untuk dicatat, hampir semua negara membuat keputusan
pembangunan kereta cepat terutama di Asia Timur (Jepang, China, Korea Selatan,
dan Taiwan), serta yang dalam persiapan adalah Thailand, Malaysia-Singapura)
sebagai instrumen transformasi ekonomi nasional, bukan semata-mata mengangkut
penumpang dari satu tempat ke tempat yang lain," ujar Darmanigtyas.
"Kalau fokusnya adalah untuk mengangkut penumpang dalam
jumlah massal dan biaya lebih murah, pemerintah bisa menggunakan sistem lain
yang lebih tepat," lanjutnya.
Kedua, kata
Darmanigtyas, dalam kondisi krisis ekonomi dan finansial global saat ini,
disadari bahwa belanja infrastruktur dan big push project akan membantu
pemerintah mengelola pembangunan dan menjaga pertumbuhan dan pemerataan
terjaga. Namun demikian, membangun infrastruktur merupakan investasi jangka
panjang yang memiliki implikasi finansial bagi masyarakat dalam waktu yang lama
dan dampak kewajiban fiskal bagi pemerintah lebih panjang dari masa jabatan presiden.
"Karena itu pertimbangan seksama dan dukungan seluruh
pemangku kepentingan harus menjadi dasar pembuatan keputusan dan Komitmen jangka
panjang nasional," jelasnya.
Ketiga, setiap
penambahan pasokan angkutan umum baik yang untuk kebutuhan masal berbiaya
murah, maupun yang sifatnya premium dan berorientasi bisnis, akan selalu lebih
diutamakan dibandingkan dengan memfasilitasi kendaraan pribadi melalui jalan
raya/tol. Perlu diingat bahwa setiap penggunaan kendaraan pribadi akan memiliki
implikasi subsidi dan biaya publik berupa anggaran pembangunan dan pemeliharaan
jalan.
Keempat. setiap
proyek infrastruktur harus merupakan proyek pemerintah. Swasta dan Negara donor
bertugas membantu pemerintah. Dengan demikian tidak akan ada proyek tanpa
dukungan APBN, dibayar saat ini sebagai belanja langsung atau di masa mendatang
dalam bentuk angsuran pinjaman, dalam bentuk penyertaan dana pemerintah melalui
K/L, BUMN maupun dalam bentuk penjaminan.
"Apabila proyek mengalami default maka last
resort-nya pun adalah pemerintah. Oleh karena itu kepemilikan dan
kepemimpinan pemerintah sangatlah dibutuhkan," imbuhnya.
Kelima, keputusan
pemerintah mengundang konsultan asing dengan tanpa melibatkan konsultan dalam
negeri, pihak perguruan tinggi Indonesia sangatlah disayangkan. Keputusan ini
menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempercayai ahli-ahli Indonesia, serta tidak
memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan dalam negeri. Apalagi kita belum
pernah mengetahui reputasi konsultan yang dimaskud dalam melakukan evaluasi investasi
kereta api cepat.
"Padahal, proses seleksi proyek yang bernilai Rp60-80
triliun ini terlalu berharga untuk dilewatkan sebagai bagian dari proses
transfer teknologi yang kita butuhkan," jelasnya.
Keenam,
membandingkan proposal Jepang dan Cina tidaklah relevan, selain mereka memiliki
parameter perencanaan (planning parameter) yang berbeda-beda, kedalaman
analisis yang disampaikan juga tidak setara. Akibat dari parameter perencanaan
yang berbeda-beda ini seolah-olah kita membandingkan “sushi” dengan “dimsum”
yang sangat tergantung pada selera sesaat dari pengambil kebijakan.
"Masa depan bangsa ini sedang dipertaruhkan untuk
50-100 tahun ke depan, dan rasanya tidak pantas pimpinan negara dan
pemerintahan mengambil kebijakan untuk anak cucu kita dengan pertimbangan yang
tidak matang," terangnya.
Ketujuh, lanjut
Darmanigtyas, seharusnya pemerintah Indonesia membuat kriteria perencanaan yang
selanjutnya dijawab oleh pemerintah Jepang, Cina atau Negara lainnya yang
tertarik membantu Indonesia mewujudkan rencana nasional tersebut.
Kriteria
perencanaan sekurang-kurangnya harus memuat:
1)
Prakiraan
jumlah permintaan dan tingkat pelayanan yang diinginkan pemerintah
2)
Lokasi
stasiun akhir
3)
Jumlah
stasiun dan pengembangan kawasan yang diinginkan
4)
Mitigasi
bencana, khususnya gempa bumi dan tanah longsor
5)
Tingkat
kesulitan dalam pengadaan tanah
6)
Terms
and conditions pinjaman yang diinginkan
7)
Besar
dan bentuk dukungan pemerintah yang disediakan
8)
Tingkat
tarif yang diharapkan sehingga penawar bisa membuat inovasi sumber pembiayaan
9)
Dampak
ekonomi wilayah yang lebih luas dan transformasi ekonomi regional;
10)
Penyerapan
tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja Indonesia yang dilatih di Negara donor
11)
Muatan
lokal minimum yang dipersyaratkan dan perjanjian transfer teknologi,
12)
Komitmen
untuk penyediaan dan pembiayaan industri pendukung di Indonesia, sekurangnya
selama 30 tahun ke depan sehingga pada akhir tahun ke-20 Indonesia bisa
memasarkan KA nasional ke luar negeri.
"Masing-masing
kriteria dapat memiliki bobot pertimbangan yang sesuai. Secara teknis model AHP
atau Analytical Hierarchical Process bisa dimanfaatkan untuk membantu
proses evaluasi," beber Darmanigtyas
Kedelapan, dengan
pertimbangan tersebut, MTI meminta agar:
·
Pemerintah,
khususnya Presiden harus membuat pernyataan yang tegas mengenai kebutuhan
investasi kereta cepat di Jawa, untuk
menghindarkan debat yang tidak produktif dari para menteri dan pembantu Presiden lainnya;
menghindarkan debat yang tidak produktif dari para menteri dan pembantu Presiden lainnya;
·
Keputusan
Presiden dan pemerintah harus dinyatakan dalam bentuk peraturan
perundang-udangan yang kokoh dan tidak mudah diubah oleh siapapun yang
memerintah ke depan. Perpres untuk mengawali mulainya investasi dapat
dilakukan, tetapi harus segera diperkuat dengan membuat UU penyelenggaraan kereta
api cepat nasional;
·
Presiden
harus memperkuat kapasitas kelembagaan dan personil Kementerian Perhubungan,
khususnya Ditjen Perkeretaapian untuk
mengelola tantangan dan dinamika pembangunan perkeretaapian Indonesia di masa depan;
mengelola tantangan dan dinamika pembangunan perkeretaapian Indonesia di masa depan;
·
Proyek
kereta cepat harus merupakan bagian dari kebijakan transformasi ekonomi
wilayah. Segmen Jakarta-Bandung harus dilihat sebagai bagian dari jaringan KA
Cepat Jawa. Selanjutnya pemerintah dapat menyusun cetak biru dan “roadmap” KA
Cepat Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Proyek ini harus merupakan
komplemen terhadap pembiayaan APBN melalui K/L dan BUMN untuk KA regional di
pulau-pulau besar lain di Indonesia;
·
Pemerintah
untuk tidak terlalu terburu-buru dalam membuat keputusan untuk menetapkan
pemenang proses “beauty contest” Jepang dan Cina. Pemerintah harus menyusun
kriteria perencanaan yang tepat untuk membuat pembandingan antar pihak yang
ingin berpartisipasi;
·
Pemilihan
konsultan asing untuk proses penetapan pemenang harus harus ditolak apabila
tidak melibatkan konsultan dan tenaga ahli
Indonesia, sebagai bentuk penghargaan yang dimiliki tenaga ahli nasional, serta bagi proses pembelajaran bagi pembangunan
perkeretaapian di masa depan;
Indonesia, sebagai bentuk penghargaan yang dimiliki tenaga ahli nasional, serta bagi proses pembelajaran bagi pembangunan
perkeretaapian di masa depan;
·
Hasil
kerja konsultan asing yang menjadi pendukung tim yang ditetapkan pemerintah
harus dipublikasikan secara luas ke masyarakat sehingga penilaian obyektif bisa
diberikan untuk menilai kompetensi tim konsultan asing, serta menilai
kredibiltas laporan hasil evaluasi. Legitimasi keputusan Presiden sangat
tergantung pada kemauan pemerintah untuk mengikutsertakan partisipasi
masyarakat
Tanggapan:
Bagi
Lioni (32), warga kota Bandung yang sering beraktivitas dan melakukan
perjalanan ke Jakarta untuk bekerja, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung
masih bermasalah, terutama terkait isu lingkungan. Sejauh dia memahami, wilayah
Jawa Barat termasuk daerah yang rentan bencana, seperti tanah longsor dan
gempa.
Namun,
jika pembangunan kereta cepat selesai dan beroperasi pada 2019, Lioni tetap
akan mencoba. "Kalau mepet harus ke Jakarta, saya enggak munafik pasti
suatu saat saya akan pakai (kereta
cepat)," kata Lioni. Dia berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat
mengutamakan keselamatan dan memperhatikan daya dukung lingkungan.
Warga
Jakarta, Carmelo (29), berpendapat lain. Yang dia butuhkan ketika bepergian ke
Bandung adalah sedapat mungkin masuk ke Kota Bandung. "Masalahnya, stasiun
kereta cepat sampai ke tengah kota atau tidak? Kalau naik travel kan bisa
memilih tempat penurunan (drop off) yang terdekat dengan tujuan,"
kata Carmelo.
Pengamat
kebijakan Agus Pambagio yang juga Managing Partner PH&H Public Policy
Interest Group, mengkritik pembangunan kereta cepat dan konsep pengembangan
kawasan sebagai proyek rugi dan hanya menguntungkan segelintir pihak.
"Siapa sih yang nanti akan menggunakan kereta cepat setiap hari? Memang
ada kajian yang mengatakan sekitar 60.000 orang yang berpotensi menggunakan
kereta cepat karena beralih dari pengguna tol. Namun, apakah dia lantas setiap
hari naik kereta cepat," kata Agus.
Menurut
Agus, budaya bepergian masyarakat di Indonesia tidak sama dengan masyarakat
semisal Jepang. Di Indonesia, masyarakat cenderung mampir atau berhenti di
suatu tempat di sepanjang perjalanan, untuk belanja atau mencicipi makanan khas
daerah tertentu. Diakui, tetap ada orang-orang yang bepergian antara Jakarta
dan Bandung yang memerlukan kecepatan, tetapi jumlahnya relatif kecil.
Selain
itu, Agus meragukan pengembangan kawasan, seperti kota baru Walini akan
berhasil. Dia mencontohkan pengembangan kota baru Parahyangan yang dipandang
tidak berhasil dan hanya diisi investor, bukan pengguna akhir. "Yang utama
atau komersial kan sebenarnya pembangunan kawasan ekonomi baru, bukan kereta
cepat. Apakah orang umum bisa membeli? Yang bisa mengakses nanti ya hanya
golongan menengah ke atas yang orangnya itu-itu saja," kata Agus.
Direncanakan,
satu rangkaian kereta cepat akan diisi 484-580 penumpang. Dengan kecepatan
maksimal hingga 350 kilometer per jam, Jakarta-Bandung akan ditempuh selama 36
menit.
"Saya setuju ada kereta cepat,
setelah lihat bagusnya seperti ini, semoga bisa terealisasi secepatnya. Udah
pengen coba naik kereta cepat. Jakarta-Bandung bakal lebih cepat, hemat waktu,
dan nyaman juga kelihatannya. Semoga pemerintah bisa beli, ini kan kemajuan
teknologi," jelas Oki, salah seorang pengunjung Pameran China High Speed
Railway On Fast Track, Senayan City, Sabtu (15/8/2015) malam.
Oki dan para pengunjung terlihat
antusias mengamati 3 buah miniatur kereta yang mampu melaju dengan kecepatan
350 km/jam, 250 km/jam dan 200 km/jam.
Sementara itu, seorang pengunjung
lainnya, Joni terlihat serius mengamati miniatur kereta. Ia telah menjajal
kereta cepat ini langsung di negara asalnya dengan jalur Beijing-Tianjin
sepanjang 120 km.
"Bagus sekali, kita harus
punya. Saya pernah coba di China jalur Beijing-Tianjin tahun 2008 untuk nonton
Olympic Games. Nyaman sekali dan mewah seperti naik pesawat," ungkap Joni.
Joni mengingat-ingat kembali
perjalanannya naik kereta cepat di China. Ia menjelaskan, dengan tarif 65 Yuan,
bisa duduk di kelas I dengan seat 2-2 bersofa tebal dan empuk.
"Tarifnya memang mendekati
pesawat, tapi justru lebih cepat. Sebab setelah tiba/keluar dari kereta,
integrasi antar moda seperti taksi dan bus bagus. Ngga ada penumpukan massa
juga," jelas Joni.
Ia menjelaskan perkembangan
teknologi kereta cepat China 5 tahun lalu cukup pesat. "Saya kagum stasiun
seperti bandara. Di stasiun kereta maupun jarang ada petugas karena semua serba
mesin otomatis. Bayangkan, ada 42 line dalam satu stasiun dan 3-4 kereta tiba
bersamaan," ujarnya.
Billboard besar terpasang di
sekeliling area yang menampilkan informasi jalur-jalur yang telah dibuat
Tiongkok sejak memulai pengembangan kereta cepat pada 2008 hingga saat ini.
Lengkap dengan foto-foto jalur kereta terpanjang, terowongan menembus bukit,
melintasi laut, bahkan di suhu ekstrem minus 20 derajat celcius.
Pembawa acara menjelaskan jalur
yang akan dibangun Jakarta-Bandung jaraknya sama dengan jalur kereta cepat
pertama di China yaitu Beijing-Tianjin.
Jalur tersebut panjangnya mencapai
120 km dan ditempuh hanya dalam durasi perjalanan 33 menit. Kereta tersedia
dari pukul 6 pagi sampai 11 malam. Rata-rata kereta tiba setiap 8 menit bahkan
4 menit pada jam sibuk.
Referensi:
0 komentar:
Posting Komentar